BERLATIH SABAR
Banyak sekali ayat-ayat dalam Al Quran yang menyerukan agar kita bersabar, sebagaimana disebutkan tadi dalam Surat AlI Imran, ayat 200, yang artinya : Hai orang-orang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu memperoleh kesuksesan.
Diberbagai kantor/instansi saat ini juga sudah dilakukan pelatihan agar bisa memanfaatkan kesabaran dalam menghadapi rintangan menjadi upaya atau peluang untuk memperoleh kesuksesan, yang mana saat ini disebut dengan nama Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Dimana yang namanya kecerdasan adversitas (adversity Inteligent) atau kecerdasan daya tahan mental adalah salah satu kecerdasan yang penting bagi siapapun yang sedang menjalani kehidupan ini. Sehingga dengan modal kecerdasan ini, kita sadar, posisi daya tahan mental kita berada dimana, seberapa besar kemampuan pantang menyerah kita, seberapa tinggi daya tahan mental kita menghadapi segala tantangan kehidupan.
Tingkat kesabaran atau daya tahan mental dikelompokkan menjadi 3, yaitu tipe Pendaki (Climber), Bertahan (Camper) dan Penghindar (Quitter).
1. Climber = orang yang punya cita-cita tinggi, pantang menyerah, terus mencoba walau pernah mengalami kegagalan, dan selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu.
2. Camper = orang yang cukup puas dengan yang dimiliki, bekerja sebatas yang ia mampu, walau memiliki potensi bekerja yang lebih baik.
3. Quitter = orang yang mudah mengalah dengan keadaan, selalu menghindar dari masalah, mudah menyerah menghadapi hambatan hidup.
Nah, sekarang kita tinggal pilih, kita termasuk dalam posisi yang mana, dari tiga kategori kesabaran atau kecerdasan kehandalan mental diatas, yang tentunya harapannya, kita ada pada kelompok tipe Pendaki, yang pantang menyerah. Namun lebih utama lagi apabila dengan bersabar kita dapat menikmati berkah di balik sebuah ujian yang kita hadapi.
Dikisahkan ada 2 orang santri yang sedang belajar di sebuah pesantren, berbagai ilmu telah mereka peroleh dan tibalah saatnya akan diberikan ilmu terakhir yang hebat dari sang kyai. Untuk itu sang kyai memerintahkan kedua santrinya untuk menuju ke tempat kyainya berada yaitu diatas bukit yang tinggi, yang harus melalui jalan setapak menuju tempat itu.
Sang kyai berkata, hai anak-anakku, tibalah saatnya kalian memperoleh ilmu terakhir dari saya agar kamu dapat memanfaatkannya dalam hidupmu, tapi syaratnya kalian harus berjalan menuju ketempatku diatas bukit disana. Maka berangkatlah kedua santri tadi menuju tempat sang kyai berada. Murid pertama, melihat dengan gamang tempat yang akan dia kunjungi, karena jauh diatas bukit. Terbayangkan olehnya bahwa tentu perjalannya melelahkan untuk mencapai tempat itu. Santri yang kedua juga melihat tempat yang akan ditujunya, tapi dengan gembira dia bayangkan, tentu indah sekali diperjalanan, karena dapat melihat pemandangan dari ketinggian.
Dengan susah payah, kedua santri tadi berjalan menuju ketempat sang kyai berada, dan akhirnya dengan keringat mengucur ditubuh, kedua santri tadi berhasil mencapai tempat sang guru. Disana telah menunggu sang kyai, dengan senyum sejuknya, dan menyediakan air penawar haus bagi kedua santri tadi. Setelah hilang hausnya, sang kyai bertanya pada kedua santrinya, Anak-anakku berdua, sungguh kalian sangat hebat telah berhasil menaiki bukit ini dengan susah payah, kini saya ingin mendengar apa yang kalian alami selama perjalanan kalian.
Santri pertama menjawab, Bapak Kyai, sungguh berat perjalanan tadi, sangat melelahkan karena harus melewati bebatuan dan semak belukar serta harus tinggi mendaki.
Santri kedua menjawab, Bapak Kyai, terima kasih telah memberikan kesempatan pada saya untuk dapat menikmati pemandangan dari tempat yang tinggi ini, untung saja sepanjang jalan kutemukan batu untuk berpijak, dan semak tempat aku berpegang, sehingga dapat mencapai tempat ini.
Dengan tersenyum arif, sang kyai tadi memberikan penjelasan, Anak-anakku sesungguhnya perjalanan kalian kemari adalah sebuah ujian, dan berat ringannya sebuah perjalanan sering tergantung darimana kita memandangnya, kalau kita dapat bersabar, tentulah kita akan mencapai tujuan kita dengan rasa bahagia.
Akhirnya santri pertama tadi sadar, bahwa dirinya masih ada kekurangan dalam menempuh pelajaran dari sang kyai, yaitu dia belum bisa bersabar dalam menempuh ujian dan mengubah ujian yang berupa perjalanan tadi menjadi peluang untuk memperoleh kebahagiaan.
Kata sang kyai : Santriku yang pertama, kamu sudah bagus dapat mencapai tempat ini, namun tingkatkan lagi agar dalam ujian selanjutnya kamu dapat lebih bersabar lagi. Dan santriku yang kedua, pertahankan sikap sabarmu karena mempertahankan sikap sabar juga merupakan upaya yang tidak mudah. Dan akhirnya sang kyai memberikan ilmu terakhirnya kepada kedua santrinya sebagai bekal menempuh hidup mereka.
Perjalanan yang saya kisahkan tadi, ibarat mencerminkan ujian dalam hidup kita
Untuk itu saya mengajak kepada bapak ibu dan adik2 agar memanfaatkan momen ujian atau cobaan kita sebagai ajang melatih kecerdasan adversitas kita, ajang mengubah hambatan jadi peluang agar kita memperoleh kesuksesan karena kita mengamalkan ibadah. Demikian bapak ibu dan adik-adik semuanya, semoga paparan saya ini bermanfaat dan kalau ada benarnya itu semata karena Allah dan bila ada salahnya itu adalah karena saya adalah manusia biasa. Sekian assalamualaikum wr.wb.
Banyak sekali ayat-ayat dalam Al Quran yang menyerukan agar kita bersabar, sebagaimana disebutkan tadi dalam Surat AlI Imran, ayat 200, yang artinya : Hai orang-orang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu memperoleh kesuksesan.
Diberbagai kantor/instansi saat ini juga sudah dilakukan pelatihan agar bisa memanfaatkan kesabaran dalam menghadapi rintangan menjadi upaya atau peluang untuk memperoleh kesuksesan, yang mana saat ini disebut dengan nama Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Dimana yang namanya kecerdasan adversitas (adversity Inteligent) atau kecerdasan daya tahan mental adalah salah satu kecerdasan yang penting bagi siapapun yang sedang menjalani kehidupan ini. Sehingga dengan modal kecerdasan ini, kita sadar, posisi daya tahan mental kita berada dimana, seberapa besar kemampuan pantang menyerah kita, seberapa tinggi daya tahan mental kita menghadapi segala tantangan kehidupan.
Tingkat kesabaran atau daya tahan mental dikelompokkan menjadi 3, yaitu tipe Pendaki (Climber), Bertahan (Camper) dan Penghindar (Quitter).
1. Climber = orang yang punya cita-cita tinggi, pantang menyerah, terus mencoba walau pernah mengalami kegagalan, dan selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu.
2. Camper = orang yang cukup puas dengan yang dimiliki, bekerja sebatas yang ia mampu, walau memiliki potensi bekerja yang lebih baik.
3. Quitter = orang yang mudah mengalah dengan keadaan, selalu menghindar dari masalah, mudah menyerah menghadapi hambatan hidup.
Nah, sekarang kita tinggal pilih, kita termasuk dalam posisi yang mana, dari tiga kategori kesabaran atau kecerdasan kehandalan mental diatas, yang tentunya harapannya, kita ada pada kelompok tipe Pendaki, yang pantang menyerah. Namun lebih utama lagi apabila dengan bersabar kita dapat menikmati berkah di balik sebuah ujian yang kita hadapi.
Dikisahkan ada 2 orang santri yang sedang belajar di sebuah pesantren, berbagai ilmu telah mereka peroleh dan tibalah saatnya akan diberikan ilmu terakhir yang hebat dari sang kyai. Untuk itu sang kyai memerintahkan kedua santrinya untuk menuju ke tempat kyainya berada yaitu diatas bukit yang tinggi, yang harus melalui jalan setapak menuju tempat itu.
Sang kyai berkata, hai anak-anakku, tibalah saatnya kalian memperoleh ilmu terakhir dari saya agar kamu dapat memanfaatkannya dalam hidupmu, tapi syaratnya kalian harus berjalan menuju ketempatku diatas bukit disana. Maka berangkatlah kedua santri tadi menuju tempat sang kyai berada. Murid pertama, melihat dengan gamang tempat yang akan dia kunjungi, karena jauh diatas bukit. Terbayangkan olehnya bahwa tentu perjalannya melelahkan untuk mencapai tempat itu. Santri yang kedua juga melihat tempat yang akan ditujunya, tapi dengan gembira dia bayangkan, tentu indah sekali diperjalanan, karena dapat melihat pemandangan dari ketinggian.
Dengan susah payah, kedua santri tadi berjalan menuju ketempat sang kyai berada, dan akhirnya dengan keringat mengucur ditubuh, kedua santri tadi berhasil mencapai tempat sang guru. Disana telah menunggu sang kyai, dengan senyum sejuknya, dan menyediakan air penawar haus bagi kedua santri tadi. Setelah hilang hausnya, sang kyai bertanya pada kedua santrinya, Anak-anakku berdua, sungguh kalian sangat hebat telah berhasil menaiki bukit ini dengan susah payah, kini saya ingin mendengar apa yang kalian alami selama perjalanan kalian.
Santri pertama menjawab, Bapak Kyai, sungguh berat perjalanan tadi, sangat melelahkan karena harus melewati bebatuan dan semak belukar serta harus tinggi mendaki.
Santri kedua menjawab, Bapak Kyai, terima kasih telah memberikan kesempatan pada saya untuk dapat menikmati pemandangan dari tempat yang tinggi ini, untung saja sepanjang jalan kutemukan batu untuk berpijak, dan semak tempat aku berpegang, sehingga dapat mencapai tempat ini.
Dengan tersenyum arif, sang kyai tadi memberikan penjelasan, Anak-anakku sesungguhnya perjalanan kalian kemari adalah sebuah ujian, dan berat ringannya sebuah perjalanan sering tergantung darimana kita memandangnya, kalau kita dapat bersabar, tentulah kita akan mencapai tujuan kita dengan rasa bahagia.
Akhirnya santri pertama tadi sadar, bahwa dirinya masih ada kekurangan dalam menempuh pelajaran dari sang kyai, yaitu dia belum bisa bersabar dalam menempuh ujian dan mengubah ujian yang berupa perjalanan tadi menjadi peluang untuk memperoleh kebahagiaan.
Kata sang kyai : Santriku yang pertama, kamu sudah bagus dapat mencapai tempat ini, namun tingkatkan lagi agar dalam ujian selanjutnya kamu dapat lebih bersabar lagi. Dan santriku yang kedua, pertahankan sikap sabarmu karena mempertahankan sikap sabar juga merupakan upaya yang tidak mudah. Dan akhirnya sang kyai memberikan ilmu terakhirnya kepada kedua santrinya sebagai bekal menempuh hidup mereka.
Perjalanan yang saya kisahkan tadi, ibarat mencerminkan ujian dalam hidup kita
Untuk itu saya mengajak kepada bapak ibu dan adik2 agar memanfaatkan momen ujian atau cobaan kita sebagai ajang melatih kecerdasan adversitas kita, ajang mengubah hambatan jadi peluang agar kita memperoleh kesuksesan karena kita mengamalkan ibadah. Demikian bapak ibu dan adik-adik semuanya, semoga paparan saya ini bermanfaat dan kalau ada benarnya itu semata karena Allah dan bila ada salahnya itu adalah karena saya adalah manusia biasa. Sekian assalamualaikum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar